Wednesday, May 28, 2014

(Ringkasan) Jatuhnya Kerajaan Banten ke Tangan VOC

Oleh: Lulu Firda K
Absen: 19

Jatuhnya Kerajaan Banten ke Tangan VOC

1. Kesultanan banten
  • Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam.
  • 1527–1813
  • Bagian dari Kerajaan Sunda
  • Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan.
  • 1552–1570: Sultan Maulana Hasanuddin
  • 1651–1683: Sultan Ageng Tirtayasa
Kesultanan melemah karena:
  • Perang saudara
  • persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan
  • ketergantungan akan persenjataan
2. Vereenigde Oostindische Compagnie
  • didirikan pada tanggal 20 Maret 1602.
  • persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
  • didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas.
  • Fasilitas: VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain.
  • Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

Yang dilakukan VOC
  • Memblokade akses ke pelabuhan Banten → memperlemah perekonomian Banten.
  • Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh Belanda.
  • Penurunan aktivitas perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu.
  • Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC.
Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC
  • potensi geografis dan alam
  • terletak di ujung barat pulau Jawa; jalur perdagangan
  • Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia.
  • penghasil lada terbesar di Jawa Barat.
  • penghasil beras.
  • VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan.
  • Belanda sulit mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan → Banten dipilih sebagai Rendez-vous.
  • Rendez-vous: pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik
  • VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker ingin menguasai Banten
3. Sultan Ageng Tirtayasa  

hubungan kerjasama;
  • Kesultanan Cirebon
  • Mataram
  • Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark (bantuan senjata api)
Penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan .
 ________________________________________________________________
VOC menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit.
Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi: melawan pasukan Banten→ serdadu Belanda dibelakang 

Utusan VOC mendatangi SAT pada tanggal 29 April 1658 → perjanjian yang 10 pasal→ SAT mengajukan 2 pasal perubahan → Ditolak oleh VOC → perlawanan dan peperangan
secara terus menerus dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659.

Lurah Astrasusila:
Menyamar sbg pedagang kelapa, membunuh beberapa orang belanda di kapal VOC bersama 2 teman→ Diketahui → Lurah Astrasusila + 2 temannya dibunuh diatas kapal tersebut.
Memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten

VOC:
Sadar bahwa Banten akan menolak perjanjian gencatan senjata→ membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut → Sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana → ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC.

Perjanjian gencatan senjata→VOC mempersulit kedudukan Banten→ kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan kesultanan Mataram.
Amangkurat II, menandatangani perjanjian dengan VOC. Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC → Banten semakin terjepit

4. Adu domba, detik detik akhir kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa
Pangeran Gusti pergi ke Mekkah
meninggalkan kekuasaannya untuk sementara waktu
kekuasaan tersebut diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada adiknya yaitu Pangeran Arya Purbaya.
Saat balik; kekuasaan Pangeran Purbaya = meluas = Pangeran Gusti iri.

Dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji (karena iri) dan ayahnya.
Rasa iri Sultan Haji = persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat:
• menyerahkan Cirebon kepada VOC,
• monopoli lada dikendalikan oleh VOC,
• membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
• menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan.
Syarat dipenuhi Sultan Haji = 27 Februari 1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa = akhir kekuasaannya.

Ending...
Menyelesaikan perlawanan →Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk SAT. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan SAT menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683→SAT berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos.→ SAT di penjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692.

http://prezi.com/-cd42zxeq-dp/jatuhnya-banten-ke-tangan-voc/

Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia

oleh: Lulu Firda Kinanti
Absen: 19
 
Peninggalan-Peninggalan Sejarah Bercorak Islam

Kita telah mempelajari masuknya pengaruh Islam di Indonesia. Pengaruh Islam memberikan corak khusus terhadap kebudayaan bangsa Indonesia. Sampai sekarang pengaruh kebudayaan bercorak Islam masih dapat ditemukan. Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam, antara lain masjid, makam, seni ukir, dan kesusastraan.

1. Masjid

Masjid adalah tempat untuk beribadah umat Islam. Pada umumnya, setiap kerajaan
Islam mempunyai peninggalan sejarah berupa masjid. Contoh peninggalan sejarah
berupa masjid adalah sebagai berikut.
a. Masjid Agung Demak yang didirikan oleh Walisanga. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Demak.
b. Masjid Baiturrahman merupakan peninggalan Kerajaan Aceh. Masjid ini dibangun pada tahun 1879–1881.
c. Masjid Agung Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten. Masjid ini didirikan Sultan Ageng Tirtayasa.
d. Masjid Kudus terdapat di Kudus, Jawa Tengah yang didirikan oleh Sunan Kudus.
2. Makam
Makam merupakan tempat untuk mengubur orang yang sudah meninggal. Letak makam umumnya berada di lereng-lereng bukit. Akan tetapi banyak juga yang berada di tempat datar. Misalnya Makam Sultan Malik as Shaleh dan Sultan Iskandar Muda (di NAD), Makam Maulana Malik Ibrahim (di Gresik, Jawa Timur), serta makam rajaraja Gowa–Tallo (di Makassar, Sulawesi Selatan).

3. Keraton

Keraton atau istana merupakan bangunan yang luas untuk tempat tinggal raja dan
keluarganya. Beberapa keraton atau istana yang merupakan peninggalan kerajaan
Islam adalah sebagai berikut.
a. Keraton Kasunanan Surakarta (Jawa Tengah).
b. Kasultanaan Jogjakarta (Jogjakarta).
c. Kasepuhan dan Kanoman Cirebon (Jawa Barat).
d. Kasultanan Ternate (Maluku Utara).
e. Kasultanan Deli (Sumatra Utara).
Keraton atau istana manakah yang ada di dekat tempat tinggalmu?
Cobalah berkunjung ke sana pada waktu liburan.

4. Seni Ukir

Seni ukir yaitu lukisan, gambar, atau hiasan yang ditorehkan/dipahatkan pada kayu, batu, logam, dan lain sebagainya. Contoh seni ukir terdapat pada masjid Mantingan (Jepara), ukiran kayu dari Cirebon, ukiran pada makam (Gunongan) di Madura, ukiran pada gapura makam Sunan Pandanaran (Klaten), dan gapura makam Sendang Dhuwur (Tuban).

5. Aksara, Kaligrafi, dan Naskah

Aksara yaitu sistem tanda-tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Berikut ini peninggalan sejarah yang berupa aksara.
a. Aksara Jawi (Arab Melayu), yaitu aksara Arab yang terdapat di Sumatra dan Semenanjung Malaka.
b. Aksara Pegon yaitu aksara Arab dalam bahasa Sunda dan Jawa.
c. Aksara Arab gundul yaitu aksara Arab tanpa disertai baris dan harakat.
Kaligrafi yaitu seni menulis indah menggunakan huruf Arab. Naskah adalah karangan asli seseorang yang masih berbentuk tulisan tangan. Naskah-naskah yang ditemukan rata-rata berbahasa Arab.
a. Gharib al Hadist merupakan kumpulan hadis. Disusun oleh Abu Ubaidah Alqassim bin Sallam. Naskah ini tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden Belanda.
b. Naskah yang disusun oleh Abu Qurairah berisi tentang tauhid. Naskah ini tersimpan di British Museum London.

6. Seni Pertunjukan, Budaya, dan Tradisi

Seni pertunjukan memiliki beberapa macam bentuk. Misalnya tarian, musik, atau
lakon tertentu semacam wayang. Berikut ini contoh seni pertunjukan.
a) Seni tari: Saman, Seudati, Zapin, dan Rudat.
b) Seni musik: rebana, orkes, dan gambus.
c) Seni suara: qasidah dan shalawat.
d) Seni pakeliran: wayang Menak (ceritanya dari Persia)
e) Adat istiadat: pakaian adat, upacara adat, dan lain-lain.

7. Kesusastraan

Peninggalan sejarah Islam berupa karya sastra di antaranya sebagai berikut.
a. Hikayat, yaitu karya sastra lama bercorak Islam yang berisi cerita pelipur lara atau pembangkit semangat. Misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
b. Syair, yaitu sajak yang terdiri atas empat bait di mana setiap baitnya terdiri empat baris. Misalnya Syair Peratun, Syair Burung Pingai, dan Syair Burung Pungguh.
c. Suluk, yaitu kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Misalnya Suluk Suka Rasa, Suluk Wujil, serta beberapa syair dan prosa tulisan Hamzah Fansuri.
d. Babad, yaitu cerita yang lebih menekankan pada sejarah atau latar belakang kejadiannya. Misalnya Babad Tanah Jawi atau riwayat para nabi, Kitab Manik Mayu, dan Kitab Ambia yang berisi cerita dari Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad saw.
e. Kitab yang berisi ajaran moral dan tuntunan hidup sesuai dengan syariat dan adat. Contoh kitab di antaranya Tajus-Salatin (Mahkota Segala Raja) karya Bukhari al Jauhari, serta Bustanus-Salatin dan Siratul Mustaqin karya Nurudin ar Raniri atas perintah Sultan Iskandar Muda II.

http://ahmadkhoiruddinuad.wordpress.com/materi-2/bab-2/peninggalan-sejarah-islam-di-indonesia/

Wednesday, May 21, 2014

Bahasa Melayu Yang Mudah Diterima Masyarakat Nusantara

Nuha Adinata(24/25)
Bahasa Melayu Kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuno. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar :
(1) Bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia,
(2) Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan
(3) Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sansekerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
Sumber: http://erlinustantina.wordpress.com/2012/10/19/makalah-bahasa-indonesia/

Tuesday, May 20, 2014

Birokrasi Pemerintahan Kerajaan Mataram

                                Birokrasi Pemerintahan Mataram



Dibuat oleh : Amalina Candraditya Putri (03)

Di dalam struktur pemerintahan, raja memegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat yang diserahi tugas-tugas tertentu. Jabatan-jabatan di bawah raja ada hubungannya dengan pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan Mataram dibagi menjadi beberapa kesatuan wilayah dengan keraton sebagai pusatnya.

1. Wilayah Kutanegara atau Kutagara, yaitu wilayah ibu kota kerajaan yang meliputi istana raja.

2. Wilayah Negara Agung, yaitu wilayah yang mengitari Kutanegara.

3. Wilayah Mancanegara, yaitu wilayah yang berada di luar Negara Agung tetapi tidak termasuk wilayah pantai. Wilayah ini dibagi menjadi dua, yaitu Mancanegara Wetan yang meliputi Jawa Timur sekarang dan Mancanegara Kilen yang meliputi Jawa Tengah sekarang.

4. Wilayah Pesisiran, yaitu wilayah yang terletak di daerah pantai utara Jawa. Wilayah ini dibagi dua, yaitu Pesisiran Wetan dan Pesisiran Kilen yang dibatasi oleh Sungai Serang yang mengalir di antara Demak dan Jepara.

Adapun jabatan pemerintahan di bawah raja dibagi menjadi dua jabatan pokok.

1. Jabatan di dalam istana, dipegang oleh empat wedana lebet (wedana dalam) yaitu wedana gedong kiwa dan wedana gedong tengen yang bertugas mengurus keuangan dan perbendaharaan istana, serta wedana keparak kiwa dan wedana keparak tengen yang bertugas mengurus keprajuritan dan pengadilan. Keempat wedana dalam ini dikoordinasi oleh patih dalam (patih lebet). Untuk urusan pemerintahan di Kutanegara, raja mengangkat dua orang tumenggung. Baik wedana dalam maupun tumenggung, keduanya termasuk anggota Dewan Tertinggi Kerajaan.

2. Jabatan di luar istana ada tiga, yaitu jabatan di wilayah Negara Agung, jabatan di wilayah Mancanegara, dan jabatan di wilayah Pesisiran. Wilayah Negara Agung terbagi menjadi delapan yang masing-masing dikepalai oleh wedana jawi (wedana luar). Kedelapan wedana luar ini dikoordinasi oleh patih luar (patih jawi). Wilayah Mancanegara, baik wetan maupun kilen, masing-masing dikepalai oleh wedana bupati, sama seperti di wilayah Mancanegara. Selain bergelar tumenggung atau adipati, wedana bupati di wilayah Pesisiran juga bergelar Kiai Demang atau Kiai Ngabehi.

Di bidang pengadilan, terdapat jabatan jeksa yang berhak mengemukakan bukti dan mengajukan tuntutan. Adapun yang berhak mengadili adalah raja. Sementara itu, pejabat-pejabat seperti wedana dan bupati tidak mendapat gaji, tetapi mereka mendapat hak tanah gaduhan sebagai tanah lungguh. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan diciptakan peraturan-peraturan yang dinamakan angger-angger. Angger-angger ini harus ditaati oleh seluruh penduduk.

Sumber:
www.sibarasok.net

Biografi Sultan Hasanuddin




Oleh : Annisa Hasanah P (06)


Sultan Hasanuddin merupakan putra dari Sultan Malikussaid yang merupakan raja Gowa ke 15, lahir 12 Januari 1631 di Makassar Sulawesi Selatan dan wafat di usia 39 tahun 12 Juni 1670 di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa ketika Belanda, yang diwakili VOC, sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.


Setelah memeluk agama Islam, beliau mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC Belanda.


Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru Palaka, Raja Bone berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, perjanjian damai tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda, yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar.


Lalu VOC mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.


Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Sementara itu berkat kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Belanda, Belanda memberinya gelar "de Haav van de Oesten" yang berarti Ayam Jantan dari Timur.



Sumber :

http://id.wikipedia.org
http://mappoleang.blogspot.com
http://kolom-biografi.blogspot.com

Sunday, May 18, 2014

PETA PUSAT-PUSAT PERDAGANGAN DAN KEKUASAAN SERTA JALUR PELAYARAN SEBELUM DAN SETELAH KEJATUHAN MALAKA

Sejak awal abad ke-16 terjadi perubahan tata jaringan perdagangan dan pelayaran di kawasan Nusantara. Perubahan itu bermula dari peristiwa penaklukkan Malaka oleh Bangsa Portugis pada tahun 1511. Kondisi tersebut diikuti pula oleh kemunculan pusat-pusat kekuasaan baru di Kepulauan Nusantara menggantikan posisi Malaka.

PERUBAHAN JARINGAN PERDAGANGAN DAN PELAYARAN SERTA TERBENTUKNYA PUSAT-PUSAT KEKUASAAN BARU DI KEPULAUAN INDONESIA SERTA ASIA TENGGARA SETELAH JATUHNYA MALAKA


Aceh awal Abad ke-18.


Pada akhir abad ke-15 Malaka berhasil mendudukkan dirinya sebagai salah satu pusat perdagangan di Asia umumnya dan Nusantara khususnya. Banyak sekali pedagang asing yang berhubungan dengan Malaka. Tome Pires menyebutkan pedagang-pedagang itu berasal dari Kairo, Mekah, Aden, Abesinia, Armenia, Gujarat, Cina, Malabar, Sailan, Persia, Turki, Siam, Pegu, Pattani, Campa, Cina dan beberapa negeri di Nusantara. Tujuan utama kedatangan bangsa-bangsa dari arah barat dan timur Malaka itu tidak lain ingin memperoleh rempah-rempah.

Kesultanan Malaka didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama Paramisora. Beliau dan pengikutnya melarikan diri ketika terjadi penyerangan pasukan Majapahit ke wilayahnya pada tahun 1377. Mereka kemudian menetap di dusun nelayan Malaka dan membangunnya menjadi sebuah pelabuhan. Malaka berhasil terwujud menjadi sebuah pelabuhan penting dan ramai yang kerap sekali dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara. Kemajuan Malaka itu disebabkan letaknya yang strategis di dekat Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan internasional.

Sejak tahun 1405 Malaka berubah menjadi sebuah kesultanan. Bersamaan dengan hal itu, Paramisora lantas memasuki agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah. Penggantinya ialah Sultan Muhammad Iskandar Syah, kemudian Sultan Mudzafar Syah. Di bawah pimpinan Sultan Mudzafar Syah, kedudukan Malaka semakin penting dan menjadi pusat perdagangan antara dunia timur dan dunia barat. Malaka mengalami kemajuan pesat melebihi Samudera Pasai, bahkan mampu pula menguasai Pahang, Kampar, dan Indragiri.

Kesultanan Malaka mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah(1458-1477). Bersama Laksamana Hang Tuah, Sultan Mansyur Syah berhasil memperbesar dan mengembangkan kekuasaan Malaka menjadi sebuah kesultanan yang sangat kuat. Kebesaran Kesultanan Malaka turut diperkokoh oleh penggantinya, Sultan Alaudin Syah(1477-1488). Namun, sepeninggal Sultan Alaudin Syah, kebesaran Malaka tidak dapat dipertahankan. Sultan Mahmud Syah (1488-1511) ternyata seorang sultan yang kurang cakap dan sangat lemah dalam hal mengendalikan pemerintahan. Lambat laun kejayaan Malaka memudar. Keadaan tersebut semakin memburuk sejak hadirnya bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1509. Akhirnya, kekuasaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada Agustus 1511. Malaka tidak mampu menghadapi gempuran tentara Portugis yang lebih kuat, maju, dan lengkap persenjataannya.

Sejak kejatuhan Malaka pada tahun 1511, Kesultanan Aceh muncul menjadi pusat perdagangan baru di kawasan Nusantara. Hal ini diperkuat oleh kemampuan Aceh menyediakan komoditas lada dan sukses melakukan ekspansi terhadap kota-kota pelabuhan di pantai yang terletak di barat dan timur Sumatera. Para pedagang Nusantara kemudian berusaha menghindari Malaka yang telah dikuasai bangsa Portugis. Oleh karena itu, berubahlah tata jatingan pelayaran dan perdagangan yang sebelumnya melewati Selat Malaka kemudian menyusuri pantai barat Sumatera ketika akan mengunjungi Aceh.

Selain Aceh, Bandar Banten juga dijadikan alternatif kedua untuk dikunjungi oleh para pedagang Nusantara. Banten ternyata mampu pula memperkuat pemasaran lada yang didatangkan dari Lampung. Dalam abad ke-17 perdagangan lada memegang peranan utama dan sekaligus menjadi penentu pergeseran pusat perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Kemajuan perdagangan Banten didukung pula oleh kehadiran dari para pelarian pedagang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka hijrah ke Banten karena Sultan Mataram melakukan penghancuran terhadap kota-kota pelabuhan di pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur karena tidak mau tunduk kepada Mataram. Akibatnya, posisi Banten menjadi kuat dan sebelah barat Jawa tidak pernah dapat ditaklukkan oleh Mataram. Apalagi Banten telah bersekutu dengan Makassar demi memperkuat kedudukannya tersebut.

Dengan merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, muncullah pula Makassar sebagai pusat perdagangan baru di wilayah Nusantara timur. Sejak kejatuhan Malaka, bandar Sombaopu di Makassar banyak didatangi oleh pedagang-pedagang Melayu yang terkenal ulet dan pandai dalam berdagang. Di antara mereka banyak yang kemudian menetap di Makassar, bahkan ikut pula memajukan perdagangan di kesultanan tersebut. Aliran migrasi orang-orang Melayu ke Makassar semakin bertambah besar karena Aceh terus menerus melakukan penggempuran terhadap Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Melayu yang menjadi saingannya.

Dengan demikian, sebelum jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, rute pelayaran dan perdagangan Nusantara adalah Maluku-Jawa-Selat Malaka, sedangkan setelah Malaka jatuh, berubah tata jaringan menjadi Maluku-Makassar-Selat Sunda-pantai barat Sumatera. Sehubungan dengan perubahan tersebut, pelabuhan Sunda Kelapa mulai menunjukkan gejala kemajuan sebagai bandar dagang. Kedudukan strategis itu kemudian dimanfaatkan VOC dengan cara menundukkan dan menjadikan pusat kekuasaan dengan nama batu, Batavia.

B. PETA PUSAT-PUSAT PERDAGANGAN DAN KEKUASAAN SERTA JALUR PELAYARAN SEBELUM DAN SETELAH KEJATUHAN MALAKA


Pada akhir abad ke-15 kekuasaan Majapahit yang amat luas telah lenyap. Mulai saat itu lahir dan berkembang pusat-pusat kekuasaan baru yang memiliki pusat-pusat perdagangan. Pusat-pusat kekuasaan dan perdagangan itu di antaranya Malaka, Samudera-Pasai, Aceh, Demak, Banten, Ternate, Tidore, dan Gowa-Tallo. Di antara semua itu, Malaka paling maju sebab Malaka merupakan pintu gerbang kapal-kapal yang hendak menuju dan meninggalkan Nusantara. Pada akhir abad ke-15 tata jaringan pelayaran dan perdagangannya dapat dilihat pada peta berikut.



Peta jaringan pelayaran dan perdagangan pada akhir abad ke-15. Keterangan: I.Malaka; II.Samudera Pasai; III.Banten; IV.Demak; V.Banjar; VI.Makassar; VII.Ternate & Tidore.

Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, pusat-pusat perdagangan dan tata jaringan perdagangan dan pelayaran Nusantara dapat digambarkan pada peta berikut.

Pusat-pusat perdagangan dan tata jaringan perdagangan dan pelayaran Nusantara sesudah jatuhnya Malaka. Keterangan: I.Samudera Pasai; II.Banten; III.Demak; IV:Banjar; V:Makassar; VI:Ternate & Tidore.

http://indonesian-persons.blogspot.com/2013/04/proses-terbentuknya-pusat-pusat.html
by:laras ismiati/18

Biografi singkat Sultan Malik al-Saleh

By : Fadilla Putri Amalya (Absen : 12)

      Malik al-Saleh (Malik ul Salih, Malik Al Saleh, Malikussaleh, Malik al Salih atau Malik ul Saleh) mendirikan kerajaan Islam pertama di nusantara, yaitu Samudera Pasai pada tahun1267. Nama aslinya adalah Meurah Silu. Ia adalah keturunan dari Suku Imam Empat ( Suku Imam Empat atau Sukee Imuem Peuet adalah sebutan untuk keturunan empat Maharaja/Meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa) yang merupakan pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh Pra-Islam, diantaranya Maharaja Syahir Po-He-La yang mendirikan Kerajaan Peureulak (Po-He-La) di Aceh Timur, Syahir Tanwi yang mendirikan kerajaan Jeumpa (Champa) di Peusangan (Bireuen), Syahir Poli(Pau-Ling) yang mendirikan kerajaan Sama Indra di Pidie dan Syahir Nuwi yang Mendirikan Kerajaan Indra Purba di Banda Aceh dan Aceh Besar)

       Di bawah kepemimpinan Malik al-Saleh, Samudera Pasai mulai berkembang. Ia berkuasa selama 29 tahun dan digantikan oleh Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M). Namun, ada juga yang menyebutkan, Malik al-Saleh diangkat menjadi sultan di Kerajaan Samudera Pasai oleh seorang Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin al-Kamil setelah berhasil menaklukkan Pasai. Selain dikenal sebagai pendiri dan raja pertama dari Kesultanan Samudera Pasai, Malik al-Saleh juga merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah nusantara dan Asia Tenggara pada abad ke-13 M. Karena pengaruh kekuasaan yang dimiliki Sultan Malik al-Saleh, Islam bisa berkembang luas di wilayah nusantara hingga ke negeri-negeri lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Marco Polo, Malik al-Saleh adalah seorang raja yang kuat dan kaya. Ia menikah dengan putri raja Perlak dan memiliki dua anak. Ketika berkuasa, Malik al-Saleh menerima kunjungan Marco Polo.

Pada masa pemerintahan Malik al-Saleh, Samudera Pasai memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Air. Samudera Pasai banyak mengirimkan para ulama serta mubaligh untuk menyebarkan agama Islam ke Pulau Jawa. Selain itu, banyak juga ulama Jawa yang menimba ilmu agama di Pasai. Salah satunya adalah Syekh Yusuf-seorang sufi dan ulama penyebar Islam di Afrika Selatan yang berasal dari Makassar.

Wali Songo merupakan bukti eratnya hubungan antara Samudera Pasai dan perkembangan Islam di Pulau Jawa. Konon, Sunan Kalijaga merupakan menantu Maulana Ishak, salah seorang Sultan Pasai. Selain itu, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di wilayah Cirebon serta Banten ternyata putra daerah Pasai.

Kesultanan Samudera Pasai begitu teguh dalam menerapkan agama Islam. Pemerintahannya bersifat teokrasi (agama) yang berdasarkan ajaran Islam. Tak heran bila kehidupan masyarakatnya juga begitu kental dengan nuansa agama serta kebudayaan Islam.

Sebagai sebuah kerajaan yang berpengaruh, Pasai juga menjalin persahabatan dengan penguasa negara lain, seperti Champa, India, Tiongkok, Majapahit, dan Malaka. Menurut Marco Polo, Sultan Malik as-Saleh sangat menghormati Kubilai Khan, penguasa Mongol di Tiongkok.
Malik al-Saleh meninggal tahun 1297M. Makamnya berada didekat bekas reruntuhan bangunan pusat Kerajaan Samudera di Desa Beuringin Kecamatan Samudera 17 KM sebelah timur Lhokseumawe. Nisan Malik al-Saleh terbuat dari batu granit berpahatkan aksara Arab. terjemahannya, kira - kira demikian ; ini kuburan almarhum yang diampuni, yang taqwa, yang menjadi penasihat, yang terkenal, yang berketurunan, yang mulia, yang kuat beribadat, penakluk yang bergelar Sultan Malik Al-Saleh 

Sumber : Wikipedia, http://www.suaramedia.com/sejarah-islam/2010/10/13/malik-as-saleh-sang-raja-pasai-penyebar-islam-di-asia-tenggara , http://visitacehdarussalam.blogspot.com/2012/11/sultan-malik-al-saleh.html 

AKULTURASI ISLAM

By Kartikaning Harnung (absen 17)

A.     Mengenal Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan.
Contoh-contoh dari hasil akulturasi budaya sangat beraneka ragam. Dalam bidang kesenian, arsitektur, agama dan lain-lain.
B.      Islam, Bias Arabisme dan Akulturasi Timbal Balik dengan Budaya Lokal
Walaupun Islam sebagai agama bersifat universal yang menembus batas-batas bangsa, ras, klan dan peradaban, tak bisa dinapikan bahwa unsur Arab mempunyai beberapa keistimewaan dalam Islam. Ada hubungan kuat yang mengisyaratkan ketiadaan kontradiksi antara Islam sebagai agama dengan unsur Arab. Menurut Dr. Imarah, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal :
Pertama, Islam diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah, seorang Arab. Juga, mukjizat terbesar agama ini, al-Quran, didatangkan dengan bahasa Arab yang jelas (al-Mubin), yang dengan ketinggian sastranya dapat mengungguli para sastrawan terkemuka Arab sepanjang sejarah. Sebagaimana memahami dan menguasai al-Quran sangat sulit dengan bahasa apapun selain Arab. Implikasinya, Islam menuntut pemeluknya jika ingin menyelami dan mendalami makna kandungan al-Quran, maka hendaknya mengarabkan diri. Kedua, dalam menyiarkan dakwah Islam yang universal, bangsa Arab berada di garda depan, dengan pimpinan kearaban Nabi dan al-Quran, kebangkitan realita Arab dari segi "sebab turunnya wahyu" dengan peran sebagai buku catatan interpretatif terhadap al-Qur'an dan lokasi dimulainya dakwah di jazirah Arab sebagai "peleton pertama terdepan" di barisan tentara dakwahnya.Ketiga, jika agama-agama terdahulu mempunyai karakteristik yang sesuai dengan konsep Islam lokal, kondisional dan temporal, pada saat Islam berkarakteristikkan universal dan mondial, maka posisi mereka sebagai "garda terdepan" agama Islam adalah menembus batas wilayah mereka.
Walaupun begitu, menurut pengamatan Ibnu Khaldun, seorang sosiolog dan sejarawan muslim terkemuka, bahwa di antara hal aneh tapi nyata bahwa mayoritas ulama dan cendekiawan dalam agama Islam adalah 'ajam (non Arab), baik dalam ilmu-ilmu syari'at maupun ilmu-ilmu akal. Kalau toh diantara mereka orang Arab secara nasab, tetapi mereka 'ajam dalam bahasa, lingkungan pendidikan dan gurunya.
Lebih lanjut, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa bersamaan dengan meluasnya daerah Islam, muncullah banyak masalah dan bid'ah, bahasa Arab sudah mulai terpolusikan, maka dibutuhkan kaidah-kaidah Nahwu. Ilmu-ilmu syari'at menjadi keterampilan atau keahlian istinbath, deduktif, teoritisasi dan analogi. Ia membutuhkan ilmu-ilmu pendukung yang menjadi cara-cara dan metode-metode berupa pengetahuan undang-undang bahasa Arab dan aturan-aturan istinbath, qiyas yang diserap dari aqidah-aqidah keimanan berikut dalil-dalilnya, karena saat itu muncul
bid'ah-bid'ah dan ilhad (atheisme). Maka jadilah ilmu-ilmu ini semua ilmu-ilmu keterampilan yang membutuhkan pengajaran. Hal ini masuk dalam golongan komoditi industri, dan sebagaimana telah dijelaskan, bahwa komoditi industri adalah peradaban orang kota sedangkan orang Arab adalah sangat jauh dari hal ini. Ibnu Khaldun menyebutkan, intelektual-intelektual yang mempunyai kontribusi sangat besar dalam ilmu Nahwu seperti Imam Sibawaih, al-Farisi, dan al-Zujjaj. Mereka semua adalah 'ajam. Begitu juga intelektual-intelektual dalam bidang hadits, ushul fiqih, ilmu kalam dan tafsir. Benarlah sabda Rasulullah; "Jika saja ilmu digantungkan diatas langit, maka akan diraih oleh orang-orang dari Persia".
Kita lihat juga bahwa budaya Persia; budaya yang pernah jaya dan saat Islam masuk; ia sedang menyusut, adalah memiliki pengaruh yang demikian dalam, luas, dinamis dan kreatif terhadap perkembangan peradaban Islam. Lihat saja al-Ghazali, meskipun ia kebanyakan menulis dalam bahasa Arab sesuai konvesi besar kesarjanaan saat itu, ia juga menulis beberapa buku dalam bahasa Persi. Lebih dari itu, dalam menjabarkan berbagai ide dan argumennya, dalam menandaskan mutlaknya nilai keadilan ditegakkan oleh para penguasa, ia menyebut sebagai contoh pemimpin yang adil itu tidak hanya Nabi saw dan para khalifah bijaksana khususnya Umar bin Khattab, tetapi juga Annushirwan, seorang raja Persia dari dinasti Sasan.
Menarik untuk diketengahkan juga walaupun saat ini Persia atau Iran menjadikan Syiah sebagai madzhab, namun lima dari penulis kumpulan hadits Sunni dan Kutub as-Sittah berasal dari Persia. Mereka adalah Imam Bukhari, Imam Muslim al-Naisaburi, Imam Abu Dawud al-Sijistani, Imam al Turmudzi dan Imam al-Nasai.
Dari paparan di atas, menunjukkan kepada kita betapa kebudayaan dan peradaban Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas dari dalam diri Islam yang universal dengan akulturasi timbal balik dari budaya-budaya lokal luar Arab yang terislamkan. Pun tidak hendak mempertentangkan antara Arab dan non Arab. Semuanya tetap bersatu dalam label "muslim".
"Yang terbaik dan termulia adalah yang paling taqwa".
"yang paling suci, yang paling banyak dan ikhlas kontribusi amal-nya untuk kemulian Islam".
C.      Akulturasi Islam dengan Budaya di Indonesia
Seperti di kemukakan di atas, Islam adalah agama yang berkarakteristikkan universal, dengan pandangan hidup (weltanchaung) mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core value) dari seluruh ajaran Islam, dan karenanya menjadi tema peradaban Islam.
Pada saat yang sama, dalam menerjemahkan konsep-konsep langitnya ke bumi, Islam mempunyai karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Permasalahannya terletak pada tata cara dan teknis pelaksanaan. Inilah yang diistilahkan Gus Dur dengan "pribumisasi Islam".
Upaya rekonsiliasi memang wajar antara agama dan budaya di Indonesia dan telah dilakukan sejak lama serta bisa dilacak bukti-buktinya. Masjid Demak adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan. Pada mulanya, orang baru beriman saja kemudian ia melaksanakan Islam ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah ia memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat.. Hal ini berbeda dengan Kristen yang membuat gereja dengan arsitektur asing, arsitektur Barat. Kasus ini memperlihatkan bahwa Islam lebih toleran terhadap budaya lokal. Budha masuk ke Indonesia dengan membawa stupa, demikian juga Hindu. Islam, sementara itu tidak memindahkan simbol-simbol budaya Islam Timur Tengah ke Indonesia. Hanya akhir-akhir ini saja bentuk kubah disesuaikan. Dengan fakta ini, terbukti bahwa Islam tidak anti budaya. Semua unsur budaya dapat disesuaikan dalam Islam. Pengaruh arsitektur India misalnya, sangat jelas terlihat dalam bangunan-bangunan mesjidnya, demikian juga pengaruh arsitektur khas mediterania. Budaya Islam memiliki begitu banyak varian.
Yang patut diamati pula, kebudayaan populer di Indonesia banyak sekali menyerap konsep-konsep dan simbol-simbol Islam, sehingga seringkali tampak bahwa Islam muncul sebagai sumber kebudayaan yang penting dalam kebudayaan populer di Indonesia.
Kosakata bahasa Jawa maupun Melayu banyak mengadopsi konsep-konsep Islam. Taruhlah, dengan mengabaikan istilah-istilah kata benda yang banyak sekali dipinjam dari bahasa Arab, bahasa Jawa dan Melayu juga menyerap kata-kata atau istilah-istilah yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Istilah-istilah seperti wahyu, ilham atau wali misalnya, adalah istilah-istilah pinjaman untuk mencakup konsep-konsep baru yang sebelumnya tidak pernah dikenal dalam khazanah budaya populer.
Dalam hal penggunaan istilah-istilah yang diadopsi dari Islam, tentunya perlu membedakan mana yang "Arabi-sasi", mana yang "Islamisasi". Penggunaan dan sosialisasi terma-terma Islam sebagai manifestasi simbolik dari Islam tetap penting dan signifikan serta bukan seperti yang dikatakan Gus Dur, menyibukkan dengan masalah-masalah semu atau hanya bersifat pinggiran. Begitu juga penggunaan term shalat sebagai ganti dari sembahyang (berasal dari kata 'nyembah sang Hyang') adalah proses Islamisasi bukannya Arabisasi. Makna substansial dari shalat mencakup dimensi individual-komunal dan dimensi peribumisasi nilai-nilai substansial ini ke alam nyata. Adalah naif juga mengganti salam Islam "Assalamu'alaikum" dengan "Selamat Pagi, Siang, Sore ataupun Malam". Sebab esensi doa dan penghormatan yang terkandung dalam salam tidak terdapat dalam ucapan "Selamat Pagi" yang cenderung basa-basi, selain salam itu sendiri memang dianjurkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
D.     Macam-macam Bentuk Akulturasi Islam dengan Budaya Indonesia
·           Seni bangunan
1.      Masjid
Memiliki ciri-ciri yaitu,
a)      Atap yang berupa segitiga yang berjumlah 3 atau 5 yang pada puncaknya dilengkapi dengan mustoko.
b)      Menara yang merupakan kesatuan bangunan masjid islam yang menjadi tambahan. Menara ini berfungsi sebagai tempat adzan.
c)      Letak masjid selalu berdekatan dengan alun-alun dan istana.
d)      Memiliki denah berbentuk bujur sangkar ditambah dengan lantai yang berbentuk punden berundak dan dilengkapi serambi di depan maupun disamping.
2.      Makam
Bangunan makam ini dilengkapi dengan kijing dan cungkup atau kubah yang bertujuan untuk menghormati roh-roh orang yang dikuburkan. Kompleks bangunan makam selalu menjadi satu dengan mesjid serta dikelilingi oleh tembok dan memiliki gapura.
·           Seni Kaligrafi
Penulisan huruf arab dalam seni kaligrafi dipadukan dengan seni Jawa sehingga huruf Arab dipadukan dengan huruf Jawa Kuno. Seni kaligrafi digunakan sebagai hiasan pada nisan makam, dinding rumah, pintu, keramik, dan ukiran Jepara.
·           Seni sastra
Seni sastra islam di Jawa yang muncul antara lain berupa hikayat, dongeng, dan babad yang merupakan ceritera rakyat yang berisi persebaran agama Islam.
·           Filsafat dan Ajaran Islam
1)      Tasawuf yang berisi ajaran dan aliran agama Islam.
2)      Qalam adalah ajaran pokok agama islam yang berisi pelajaran tentang keesahan Tuhan yang menjadi dasar kepercayaan (iman) mutlak bagi umat islam.
3)      Fikih (Fiqh) adalah bagian pokok agama islam yang mengatur kehidupan mayarakat Islam, baik secara lahir maupun secara batin.
·           Sistem penanggalan atau kalender
Adanya sistem penanggalan Qamariah (islam) dengan perhitungan Jawa sehingga sering disebut kalender Islam Kejawen.
·           Sistem pertunjukan
1)      Permainan debus merupakan suatu jenis permainan yang disertai acrobat yang berbahaya seperti menusuk tubuh tetapi tidak terluka.
2)      Tari seudati merupakan tarian khas Aceh. Ciri khas tarian ini adalah diiringi lagu tertentu yang berupa Shalawat Nabi Muhammad saw.
3)      Seni gamelan merupakan pertunjukan music yang dilakukan untuk mengiringi upacara-upacara keagamaan seperti, Sekaten dan Grebeg Maulid.
·           Sistem Pemerintahan
Pada zaman hindu, pusat kekuasaan adalah raja sehingga raja dianggap sebagai titisan dewa. Oleh karena itu muncul kultus “dewa raja”. Apa yang dikatakan oleh raja adalah benar. Demikian juga pada zaman islam, pola tersebut masih berlaku hanya dengan corak baru. Raja tetap sebagai penguasa tunggal tetapi dianggap sebagai Khalifah, segala perintahnya harus dituruti.

(Dikutip dari http://hatijiwabertutur.blogspot.com/2013/01/islam-dan-akulturasi-budaya.html)


Saturday, May 17, 2014

Sejarah islam pontianak

By : Annisa Fitriani (absen : 5) 

Sejarab Islam Di Pontianak

 A. Sejarah Berdirinya Kota Pontianak
Syarif Abdurrahman Al-Kadri bin Sayid Al-habib Husein Al-kadri Jamalulail, yang kemudian terkenal dengan sebutan Sultan Sarif  Abdurrahman lahir di kerajaan Matan (sekarang Ketapang).  Ia dilahirkan hari senin tanggal 15 rabiul Awal pukul 10 sian tahun 1142 H/17729/1730 M. Anak kedua dari Al-Habib Husein, seorang penyebar Islam dariArab.
Sebagai seorang keluarga dilingkungan istana Sultan Ma’aziddin, Syarif Abdurrahman muda pun menikmati pendidikan dan pengetahuan yang cukup, Matan sebagai kerajaan kecil waktu itu, terletak dibagian ujung Selatan Kalimantan Barat merupakan salah satu pelabuhan dagang yang banyak disinggahi baik oleh para perdagangan dari Banjarmasin, Sumatra dan pantai utara pulau Jawa. Juga banyak disinggahi oleh para pedagang Cina maupun Belanda dan Inggris, Arab dan India. Kesibukan pelabuhan dagang ini memberikan kesempatan kepada pemuda Syarif Abdurrahman mempelajari seluk beluk kaum pedagang. Ia pun sering mendapat kesempatan ikut berlayar dengan perahu para pedagang. Kehidupan kerajaan Matan telah mendidik dan member bekal kedewasaan Syarif Abdurrahman tentang masalah kekuasaan di kerajaan dan masalah perdagangan sebagai salah satu sumber kehidupan pada masa itu.
Ketika Habib Husein berpindah dari negeri Matan ke negri Mempawah, tahun 1755, seluruh keluarganya dibawa pindah ke Mempawah. Habib Husein sengaja meminta permukiman baru yang berada di Kuala Mempawah dan dekat ke Laut. Ia ingin berhubungan dengan masyarakat yang berlalu lintas sambil berdagang sehingga penyebaran agama Islam akan lebih mudah berkembang keberbagai daerah. Pada waktu itu pusat kerajaan Mempawah dipimpin oleh Opu Daeng Menambun berada di Sebukit di Mempawah Hulu.
Pemukiman keluarga Habib Husein di Galah Herang yang sekaligus merupakan pusat pengajaran agama Islam, dalam waktu singkat telah ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai daerah pesisir pantai Barat Kalimantan Barat ini telah mendorong Syarif Abdurrahman yang waktu itu masih berumur 18 tahun untuk ikut menelusuri kehidupan para pedagang disekitar Mempawah. Ketika berumur 22 tahun ia pergi ke Negri Banjar untuk berdagang.
      Pada 11 Rabiul Akhir tahun 1185 H atau pada pertengahan tahun 1771, pangeran Syarif Abdurrahman kembali ke Mempawah dengan membawa Armada kapal layarnya serta kapal Tiang Sambung yang dipersenjatai dengan Meriam. Tiba di Mempawah, bari diketahuinya bahwa ayahandanya Habib HUsein Al-kadrie telah berpulang kerahmatullah. Kematiannya disebabkan pula sudah sangat rindu pada putra tersayangnya yang sudah lama pergi. Rakyat Mempawah sangat senang dengan kedatangan pangeran Syarif Abdurrahman . ia membagi-bagi beras, pakaian dan uang, hasil pengembaraannya selama beberapa tahun.
Semua saudara dan keluarganya mufakat untuk berlayar mencari tempat pemukiman yang dianggap tepat. Cita-cita ayahnya, Habib Husein untuk mencari tempat di negeri Timur di daerah yang subur dimana anak cucunya dapat hidup dengan baik, dilanjutkan oleh pangeran Syarif Abdurrahman.
Keinginan pangeran Syarif Abdurrahman untuk berlayar mencari pemukiman bari didukung pula oleh karena ia memiliki kapal yang cukup banyak dan kuat dan telah mempunyai modal dan barang dagangan yang cukup. Di antara anak buahnya adalah orang-orang Benggali asal kapal Perancis yang dikalahkannya.
Pada sore hari kedua JUmat 9 Rajab 1185, 18 oktober 1771 menyusuri sungai Kapuas, Pangeran Syarif Abdurrahman menemukan sebuah pulau di tengan sungai yang kemudian dinamakn pulau Batu Layang. Pada malam harinya rombongan 14 kapal penjajab mendapat gangguan. Menurut kisahnya, gangguan tersebut berasal dari para hantu yang mendiami Pulau Batu Layang dan daerah sekitarnya. Gangguan pada malam hari itu yang ditafsirkan sebagai hantu jahat, membuat takut anak buah perahu rombongan. Keesokan harinya mereka tidak meneruskan perjalanan, sambil memperhatikan situasi sekitarnya. Pada siang hari pun mereka ditakuti oleh suara-suara mengerikan. Malam berikutnya merekapun mendapatkan gangguan dari suara semacam hantu dan gangguan lainnya.
Karena selalu diganggu oleh hantu jahat yang disebut kuntilanak atau Pontianak sehingga untuk mengusirnya harus di tembak dengan meriam, maka tempat dimana Pangeran Syarif Abdurrahman membangun pemukiman baru disebutnya Pontianak.
Gangguan yang menakutkan itu sesungguhnya datang dari para perampok dan penjahat yang banyak terdapat diperairan sungai Kapuas dan sungai Landak. Mereka bersembunyi didaerah pertigaan pertemuan kedua sungai itu. Apabila ada perahu atau kapal datang yang melewati muara sungai Kapuas, mereka menyerang dan merampasnya dan kemudian lari bersembunyi dipedalaman sungai Kapuas dan sungai Landak.
Menjelang subuh 14 Rajab 1184 H atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan sungai Kapuas dan sungai Landak. Selama 8 hari pertama pangeran Syarif Abdurrahman memimpin dan menebas hutan diujung delta sungai Kapuas dan sungai Landak. Pekerjaan satu minggu , mereka berhasil mendirikan rumah sederhana dan tempat beribadah di daerah itu. Dan kemudian tempat itu dinamakan Pontianak.  Sementara pangeran Syarif Abdurrahman meneliti daerah sekitarnya yang ternyata sudah didiami oleh penduduk suku Dayak dan orang-orang Melayu disepanjang sungai Landak dan sungai Kapuas. Kedatangan rombongan Syarif Abdurrahman itupun menarik perhatian orang yang lalulintas didaerah itu.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan sya’ban 1192 H, bertepatan dengan hari senin dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al-Habib Al-Kadrie.
Pada 1992 H, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada kesultanan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinta Mesjid Jami’ Sultan Abdurrahman Al-Kadrie  dan keratin Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.
Dengan bantuan Sultan Pasir, Syarif Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat Bangka, juga kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Passir. Abdurrahman menjadi seseorang kaya dan kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah pulau di Sungai Kapuas. Ia menemukan percabangan sungai Landak dan kemudian mengembangkan daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur, dan Pontianak berdiri.
B.     Masuknya Islam Di Pontianak
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh Bangsawan Arab Bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulusungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan Pemakaman Islam Kuno.
Masuknya Islam di Kalimantan ini juga tidak luput dari perjuangan ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie yaitu Habib Husein Al-Qadrie.
Dalam perspektif yang berbeda kedatangan Islam ke Kalimantan Barat melalui kekuatan Ekonomi dan Perdagangan. Seperti didaerah-daerah lainnya di Nusantara. Islam disebarkan oleh pedagang-pedagang muslim dan da’i-da’I kelana, yang juga tertarik pada perdagangan atau semata-semata bertujuan menyebarkan Islam.
Di Mempawah Habib Husein Al-Qadrie sebelum Wafatnya pada tanggal 3 Dzulhizah 1184 H, beliau menikahkan putranya yang bernama Syarif Abdurrahman Al-Qadrie dengan putrid Raja Mempawah Utin Cendramidi. Ketika beliau berada di Banjar oleh Sultan Banjar diangkat menjadi pangeran Sayid Abdurrahman Nur Alam yang kemudian menjadi Raja Pontianak dengan gelar Sri Sultan Syarif Abdurrahman bin Habib Husein Al-Qadrie.
Umat Islam pada masa awal masuknya Islam yang dibawa oleh Syarf Husein bin Ahmad Al-Qadrie, penganut Islam masih sedikit. Tetapi, setelah berdirinya kerajaan Islam Pontianak pada tahun 1771 miladiyah, maka agama Islam menjadi agama yang mayoritas. Kesultanan Pontianak dengan Rajanya yang bernama Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Barat.
Kehadiran kesultanan yang bercorak Islam membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan agama islam di Pontianak. Kesultanan Pontianak yang terletak dipinggir sungai Kapuas dengan Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie sebagai Sultannya menyebabkan Islam yang menjadi mayoritas dimana masyarakat di sekitar kesultanan Pontianak seperti, di Kamping Bansir, di Kampung Kapur, Kampung banjar Serasan dan Kampung Saigon sangat kental dengan pengaruh agama Islam. Di daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar yang pada jaman tersebut beliau adalah salahseorang yang termasyhu, Sultan Syarief Abdurrahman Al-Qadrie mengundang Djafar khusus untuk menjadi guru ngaji di lingkungan Keraton Kadariyah Pontianak. Hal ini membuktikan bahwa Islam pada masa itu sudah menyebarluas kewilayah Pontianak. Ustadz
Dza’far yang kelak menurunkan anak yang bernama Kurdi Djafar yang dikenal sebagai pendiri cabang Muhammadiyah di Sungai Bakau Kecil di Mempawah.
C.    Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Di Pontianak
1.      Istana Kadariyah
Istana Qadariyah atau disebut Keraton Pontianak. Yang merupakan bangunan bentuk terakhir yang dibangun oleh Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie pada tahun 1923. Perubahan yang dilakukan oleh Sultan Syarif Muhammad terutama pada bagian depan atau tangga masuk istana. Sebelumnya tidak terdapat anjungan , bagian bertingkat dibagian atas tangga masuk Istana.
Syarif Abdurrahman melanjutkan perjalanan hingga kepersimpangan sungai Kapuas dan sungai Landak, membuka daerah selama delapan hari, lalu mendirikan rumah dan balai. Selang delapan tahun, ia dilantik menjadi Raja pertama dan bersamaan dengan itu berdiri pula Istana Kadariyah. Istana Kadariyah berdiri gagah di tepi sungai Kapuas, tempatnya diwilayah kampong dalam BUgis, dengan Ornamennya kental menyiratkan ciri kerajaan Islam. Selain cat warna kuning khas melayuterdapat banyak sekali pahatan  bulan dan bintang yang menghiasi sisi Keraton. Logo ini bisa dilihatkan tertera dipintu masuk dan dinding kayu, serta dibendera kebesran yang berkibar dihalaman Istana. Ruang Istana yang didominasi warna kuning. Singgasana Raja yang berwarna ke Emasan berdiri kokoh dikelilingi photo para pembesar kerajaan dan beberapa aksesoris seperti jam duduk tua dan guci-cuci keramik. Tampak pula sebuah cermin antik dari Perancis yang dinamakan “Kaca Seribu”. Ruangan ini masih menyiratkan aura kegagahannya sebagai tempat para petinggi mengambil keputusan, layaknya ruang ival digedung putih.
Lantainya masih papan kayu berlian (Kayu Ulin) yang terkenal akan kekuatannya. Jika masih masyarakat dengan kayu jatinya,masyarakat Kalimantan kagum dengan kayu berliannya. Kayu ini dikenal memilikinkekuatan luar biasa, bahkan gergaji biasapun tak akan memasuki memotong batangnya. Pasti kita juga tak akan menemukan ukirkan indah berbahan kayu berlian.konon, jikadirendam didalam air bertaun-tahun kayu berlian akan awet selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun.
Keraton Kadariyah merupakan salah satu bentuk peradaban islam di Pontianak, yang maana hal ini didukung dengan sumber-sumber yang diperoleh yang menyatakan bahwa awal berdirinya Keraton Kadariyah bersama dengan berdirinya kota Pontianak yaitu pada tahun 1771 miladiyah. Jadi Keraton qadariyah merupakan suatu peradaban pertama yang yang melambangkan bahwa Islam sudah berkembang di Pontianak pada masa itu yang diperkenlkan oleh Sultan Syarif Abdirrahman Al-Qadrie byang pada masa itu sebelum ia mengenalkan ajaran Islam dan menetap di Pontianak, ia sudah lebih dahulu menetap dikerajaan Mempawah.
2.      Masjid Jami’
Pendiri Masjid Jami’ sekaligus pendiri kota Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al-Habib Husein, seorang penyebar Agama Islam dari Jawa. Al-habib Husein ke kerajaan Matan pada 1733 M. Al-Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) SultanKamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Masjid yang dibangun aslinya beratap Rumbia dan konstruksinya dari kayu. Syarif Abdurrahman meninggal pada tahun 1808 Masehi. Ia memiliki putra bernama Syarif Usman, saat ayahnya meninggal, ia masih berusia kanak-kanak, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan ayahnya. Maka pemerintah semntara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822-1855 M. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman,dan dinamakan sebagai masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya. Beberapa ulama terkenal pernah mengajarkan agama Islam di masjid Jami Sultan Abdurrahman. Mereka di antaranya Muhammad Al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan.
Masjid Jami’ Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah shalat. Masjid akan penuh terisi jamaah shalat, saat waktu shalat JUm’at dan Tarawih Ramadhan.
Jika melihat ke dalam bagian masjid, terdapat enam plar dari kayu berlian berdiameter setengah meter. Dua pelukan tangan orang dewasa tak akan mampu mencapai lingkaran pilar. Selain pilar bundar, juga ada enam tiang penyangga lainnya yang menjulang ke langit-langit masjid, terbentuk bujur sangkar. Mesjid Jami juga memiliki mimbar tempat Khutbah yang unik mirip geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada kayu plafon. Hampir 90 persen konstruksinya bangunan masjid terbuat dari kayu berlian . atapnya yang semula dari Rumbia,kini menggunakan sirap, potongan berlian berukuran tipis. Atapnya bertingkar empat. Pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil sementara di bagian paling atas, atapnya mirip kuncup bunga atau stupa. Jendela yang berjejeran dengan pintu masuk, berukuran besar-besar, juga dari kaca tembus pandang. Adapula kaca yang berwarna merah dan kuning. Jarak antara lantai masjid dengan tanah, sekira 50 cm.
3.      Makam Batu Layang
Makam batu laying juga biasa disebut tanam makam dar kerajaan Pontianak, mulai darikerajaan pertama Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie hingga raja terakhir Sultan Hamid II serta beberapa keluarga Raja. Tempat ini biasanya ramai dikunjungi khususnya pada hari besar Islam. Makam ini terletak kurang lebih dua km dari tugu Katulistiwa yang dapat dikunjungi dengan menggunakan transportasi darat maupun air.
Dan Makam Batu laying juga dapat dikatakan salah satu bentuk peradaban Islam di Pontianak mungkin dikarenakan tempat ini merupakan tempat dimana pahlawan agama Islam di makam dan mereka meupakan penyebaran agama Islam sehinggan agama Islam berkembang pada masa itu hingga sekarang menjadi agama yang mayoritas sehingga tempat makam Batu Layang ini diajdikan tempat atau sebagai bentuk peradaban Iislam dikota Pontianak.dan Makam ini juga menjadi pertanda kalau di Pontianak pernah ada orang orang yang memang berjasa dalam menyebarkan Islam dikota Pontianak, sehingga menjadi salah satu bentuk peradaban Islam di Pontianak.
4.       Bidang Pendidikan
Perkembangan berikutnya lahir bebrbagai organisasi Islam yang menjalankan pendidikan Islam pada beberapa sekolah maupun yayasan di Pintianak, antara lain:
1.      Yayasan pendidikan Bawari
2.      Yayasan pendidikan Islamiyah
3.      Yayasan pendidikan bawamai
4.      Yayasan pendidikan Muhammadiyah
Ulama yang sangat berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan pendidikan Islam di era-era tahun 60-80 di Pontianak diantaranya adalah:
1.      Haji Ismail bin Abdul Karim Alias Ismail Mundu (Mufti kerajaan Kubu)
2.      Syech Abdullah Zawawi (Mufti Kerajaan Pontianak)
3.      Syech Sarwani
4.      Habib Muksin Alhinduan (Tharekat Naqsyabandiyah)
5.      Syech H Abdurani Mahmud (Ahli Hisab)
6.      Habib Saleh Alhaddat
7.      Haji Abdus Syukur Badri alias Haji Muklis
8.      Haji Ibrahim Basyir alias Wak Guru


Sumber : http://arifnasah.blogspot.com/2012/10/sejarah-islam-di-pontianak.html